Facebook

header ads

Prospek Ekonomi dan Moneter Indonesia Tahun 2011

Beragam hambatan, masih membayangi perbaikan perekonomian Indonesia di Tahun 2011. Namun diasumsikan perekomian domestik bakal lebih baik dibandingkan tahun 2010. Berdasarkan proyeksi dari Lembaga Keuangan International ternama Bank of America, edisi Bulan Oktober 2010 dengan tema "Yet Another Dollar Crisis" perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 4,8% - 5,2%, jauh lebih baik dibandingkan dengan Tahun 2010, yang diperkirakan hanya tumbuh 3,6%.

Di antara negara-negara di kawasan Emerging Market, berdasarkan indikator ekonomi Gross Domestic Bruto (GDP), nilai return ekonomi Indonesia menduduki urutan ketiga setelah China (8,7%) dan India (5,4%), jauh di atas dibandingkan dengan nilai GDP negara kelompok G7/ industri maju, yang rata-rata di kisaran 0,4%-2,8%. Adapun proyeksi menurut bank sentral Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2010, pada kisaran 4,0% 4,5% lebih baik dari perkiraan semula, yang cuma di kisaran 3,5%-4,00%.

Sementara pada Tahun 2011, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara makro mencapai kisaran 5,0%-5,7%, dengan asumsi laju inflasi Year to Year di level 5% plus minus 1%. Sementara dari sisi neraca pembayaran Indonesia dan cadangan devisa, diprediksikan dengan membaiknya perekonomian global berpotensi memberi dampak positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2010 serta cadangan devisa hingga Bulan Oktober 2010 mencapai 64,5 miliar USD.

Meskipun diproyeksikan perekonomian Indonesia di Tahun 2011 akan membaik, masih banyak tantangan, dan kalau tidak di kelola dengan baik berpotensi menggagalkan target pertumbuhan ekonomi versi pemerintah Soesilo Bambang Yudhoyono di atas level 5%.

Beberapa faktor terse but antara lain:

  • Potensi naiknya harga minyak mentah dunia, dimana tahun 2011 berpeluang naik di level USD 85/barel, mengakibatkan rata-rata harga minyak, jauh di atas asumsi pemerintah melalui RAPBN 2011 yang dipatok di area USD 65/barel. Efek tersebut mendorong beban subsidi BBM makin bengkak, dan memberikan tekanan pemerintah menaikkan harga BBM, yang pada akhirnya akan memicu inflasi kembali ke double digit level (di atas 10%).

  • Pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur khususnya di sektor energi, transportasi, serta kelistrikan berjalan lamban, dimana dampaknya dapat mengganggu aktivitas dunia usaha.

  • Laju pertumbuhan ekspor masih negatif, meskipun mulai menunjukkan tanda pemulihan, secara agregat menunjukkan laju penurunan, seiring belum pulihnya perekonomian global serta nilai impor masih lemah, yang diindikasikan pabrik-pabrik belum beroperasi maksimum.

  • Potensi timbulnya krisis keuangan, di tengah recovery perekonomian global. Hal ini ditandai kembalinya krisis kredit, melalui kasus Dubai World yang mengalami gagal bayar/default atas beberapa seri obligasinya yang jatuh tempo, walaupun akhirnya pemerintah Abu Dhabi, Uni EmiratArab bersedia menggelontorkan dana bail out sebesar USD 10 miliar ke lembaga tersebut. Namun dengan adanya kasus tersebut, perbankan global kini dihadapkan krisis likuiditas, hal ini terbukti dari beban asuransi kredit beberapa bank besar di Amerika naik 10-20 basis poin, yang efeknya bagi para pelaku pasar melakukan tindakan risk aversion, peralihan dari aset-aset beresiko ke investasi save haven (US Dollar), yang pada akhirnya terjadi capital outflow.

Likuiditas Perbankan dan BI Rate

Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan terus meningkat serta pengelolaan likuiditas perbankan diproyeksikan menguat, yang didukung kebijakan moneter Bank Indonesia menetapkan Giro Wajib Minimum sekunder hanya 2,5%. Proyeksi untuk target pertumbuhan kredit 2011 diperkirakan melambat di, kisaran 15%-17%, sebelumnya BI menargetkan kenaikan kredit di atas 20%, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%-5,5% dan laju inflasi year to year 4,7%-6%. Sementara dari si si suku bunga inti, berdasarkan acuan BI. BI rate bakal naik di kisaran 25 bps-50 bps menjadi 6,75%-7%, paling cepat diperkirakan di semester 1 tahun 2011 dari BI rate saat ini di kisaran 6,5%.

Prediksi Komoditi Indonesia

Resiko kenaikan harga komoditas dunia di tahun 2011, salah satunya komoditas beras, yang merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Beberapa lembaga survei komoditas, memprediksikan harga beras dunia pada tahun 2011 bakal naik dari USD 638 per metrik ton menjadi USD per metrik ton, salah satu pemicunya rencana pemerintah Philipina mengimpor beras dalam skala besar sebanyak 500.000 ton, serta India memangkas ekspor beras karena panen berkurang, dengan kondisi resiko tersebut berpotensial menyumbang kenaikan laju inflasi inti di sektor pangan dan secara otomatis berpengaruh kenaikan inflasi year to year Indonesia, yang memberikan dampak tekanan bagi bank sentral menaikkan BI rate, guna menjaga kestabilan nilai Inflasi di bawah double digit level.

Resiko situasi politik kembali memanas, terkait kasus bailout Bank Century, bisa berefek negatif pada aliran danajangka pendek (hot money) milik investor asing ke pasar keuangan Indonesia, dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, yang saat ini nilainya sudah mencapai Rp 47 Triliun, Surat Utang Negara (SUN) serta pasar saham, berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah, dan menyumbang kenaikan harga barang-barang impordan inflasi.

Kebijakan exit strategy moneter The Federal Reserve, AS. Di mana diproyeksikan semester 11, berpotensial besar bank sentral Amerika menaikkan suku bunga, yang saat ini masih di level rendah di kisaran 0,00 % - 0,25 %, dan efeknya bisa berimplikasi negatif terjadi capital outflow dana jangka pendek kembali ke AS, sehingga dikhawatirkan melemahkan nilai tukar rupiah, dan secara tidak langsung menaikkan laju inflasi. Me-review pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar AS beberapa bulan terakhir ini di tahun 2010, menunjukkan kondisi yang ranging, bergerak antara level 9.35D-9.570/dollar AS, hal ini karena para pelaku pasar, khususnya investor, wait and see menunggu penyelesaian kasus bailout Bank Century, sebelum menentukan arah selanjutnya, dan diperkirakan kasus tersebut membutuhkan waktu penyelesaian cukup lama, karena melibatkan pejabat pemerintah dan DPR yang menggunakan hak angket untuk menelusuri masalah tersebut.

Kondisi Makro Perekonomian Indonesia


Dilihat dari kondisi makro ekonomi Indonesia, sebenarnya para investor, khususnya pihak asing masih berkeinginan menempatkan investasinya, karena melihat pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, bila dibandingkan investasi di negara-negara maju. Diproyeksikan pergerakan nilai tukar mata uang rupiah di tahun 2011 masih bergerak stabil, yang ditunjang membaiknya posisi current account, seiring pulihnya ekspor dan capital inflow.

Author : Eva

Posting Komentar

0 Komentar